15 March 2008

Aviation safety investigation in Indonesia

This is my opinion, originally published in Suara Pembaruan Daily 14 March 2008, stating that aviation accident investigation in Indonesia has not yet been optimal.


Investigasi Kecelakaan Pesawat Udara Belum Optimal
Oleh I Made Ady Wirawan

Berita kecelakaan pesawat udara semakin sering "menghiasi" media massa. Indonesia termasuk salah satu negara yang beberapa tahun belakangan ini tidak lepas dari isu keselamatan transportasi udara, hingga Uni Eropa memberlakukan larangan terbang bagi pesawat-pesawat dari negara kita. 



Dari serentetan kejadian itu tampaknya belum ada upaya dari otoritas untuk melakukan investigasi secara komprehensif guna meningkatkan keselamatan penerbangan. Salah satu bentuk belum optimalnya pelaksanaan investigasi itu belum adanya keseragaman konsep dan pemikiran tentang proses investigasi. Fokus investigasi cenderung mencari kesalahan individu (active error) dan masih sangat sedikit menyentuh pada keterlibatan organisasi (latent error).

Sebagai contoh, perdebatan dalam penahanan Pilot Marwoto Komar dalam kasus kecelakaan pesawat Garuda di Bandara Adisutjipto, Maret tahun lalu, menunjukkan, belum adanya proses penyelesaian kasus yang terintegrasi antarberbagai sektor yang terlibat, seperti, Kepolisian, organisasi profesi/pilot, dan Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT).

Dalam pemikiran awam memang seolah-olah terlihat bahwa faktor manusia, dalam hal ini kru pesawat, yang paling bertanggung jawab terhadap setiap kejadian. Namun, berbagai teori dan pengalaman di negara maju menunjukkan bahwa faktor manajemen menjadi predisposisi utama mengapa awak kru sampai melakukan kesalahan.

Yang terpenting saat ini adalah melihat kembali dan menetapkan prosedur baku dalam investigasi kecelakaan pesawat serta hasil apa yang diharapkan dari investigasi tersebut. Mengingat penerbangan adalah masalah lintas batas dan antarnegara maka prosedur harus mengacu kepada aturan internasional.

Dalam part 2A dari Air Navigation Act (1920) yang diperbarui dalam TSI Act 2003 dan International Civil Aviation Organization (ICAO) Annex 13 disebutkan, tujuan utama dari Aviation Safety Investigations untuk meningkatkan keselamatan penerbangan dan bukan untuk mencari siapa yang disalahkan atau dikambinghitamkan.

Lebih jauh, fokus utama investigasi untuk mengetahui kondisi yang mendasari terjadinya kecelakaan, mengidentifikasi, dan menilai adanya faktor-faktor yang berperan serta mengidentifikasi dan menilai adanya kekurangan dalam manajemen keselamatan di tingkat organisasi. Hasil yang diharapkan adanya tindakan dari otoritas lokal, rekomendasi dan petunjuk untuk keselamatan penerbangan serta adanya laporan kepada publik.

Manusia dan Organisasi

Dalam keselamatan penerbangan satu hal yang penting diperhatikan, yakni human factors, suatu disiplin ilmu dan teknologi yang melibatkan faktor psikologi, ergonomi, fisiologi, dan disiplin ilmu yang lain. Secara kasar hal ini berhubungan dengan beban kerja, pemrosesan informasi, kesiagaan terhadap situasi darurat, pembuatan keputusan, kelelahan, resiko, tekanan, kesalahan, kondisi laten, ingatan, perhatian, skil, peraturan, pengetahuan, prosedur, pelatihan dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut sangat penting dan menunjukkan bahwa setiap insiden atau kecelakaan tidaklah murni akibat faktor tunggal melainkan hasil akhir dari suatu proses yang saling mempengaruhi, yang melibatkan faktor manusia dan organisasi.Sebagai contoh, pilot yang terbukti melakukan kesalahan karena mengantuk atau kelelahan tidak bisa disalahkan kalau sistem pengaturan jadwal terbangnya tidak tepat atau terlalu padat atau pun tidak siap karena ada masalah psikologis atau kesehatan yang tidak mampu dideteksi oleh organisasi tempatnya bekerja.

McIntyre dan Stone (1985) memaparkan salah satu hasil penelitian yang mendukung pemikiran di atas. Mereka menemukan bahwa jika berbagai faktor organisasi dalam penerbangan (seperti penilaian resiko di tingkat manajerial, perusahaan penerbangan, asosiasi profesi, kondisi airport) diperhitungkan dalam analisis terhadap suatu kecelakaan pesawat udara, maka angka statistik yang sebelumnya menyatakan 65-70 persen kecelakaan karena murni kesalahan tunggal kru pesawat turun menjadi di bawah 13 persen.

Semua hal harus ditelusuri secara menyeluruh, baik dari faktor kesalahan individu maupun organisasi atau perusahaan penerbangan, untuk mendapatkan solusi guna peningkatan keselamatan. Melemparkan kesalahan hanya kepada individu memang tidak akan menyelesaikan persoalan karena penyelidikan cenderung dihentikan untuk menutupi keseluruhan faktor penentu yang mungkin berpengaruh. Dengan kata lain, hal tersebut tidak akan meningkatkan keselamatan penerbangan di masa yang akan datang.

Beberapa hal yang perlu dijadikan catatan adalah faktor yang terlihat jelas berhubungan dengan kesalahan manusia dan tidak selalu menjadi faktor yang paling signifikan. Human error juga tidak bisa disimpulkan secara sederhana. Hendaknya pula berhati-hati dalam menyimpulkan dan mengklasifikasi masalah. Secara psikologis harus dipahami bahwa manusia tidak selalu bertindak seperti apa yang mereka harapkan, khususnya dalam situasi kritis.

Di tingkat manajemen, beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam menjaga keselamatan penerbangan. Di antaranya, apakah perusahaan penerbangan sudah secara aktif mempelajari kelemahan, apakah sudah mengevaluasi pengendalian resiko sebelum dan sesudah melakukan perubahan, apakah sudah memanfaatkan sumber daya dan ahli, atau terlalu bergantung pada kemewahan teknologi? Yang paling penting, apakah perusahaan tersebut sudah memiliki program untuk manajemen resiko yang efektif?

Lalu bagaimanakah peranan pemerintah dalam hal ini? Sudahkah departemen terkait menjadi mediator atau fasilitator atau bahkan leading sector yang bisa melihat dan menyelesaikan masalah keselamatan secara lebih menyeluruh? Sejauh mana kontrol terhadap perusahaan penerbangan dalam menerapkan standar baku?

Masih banyak pekerjaan rumah untuk meningkatkan keselamatan penerbangan di masa yang akan datang. Otoritas terkait hendaknya tanggap dan tidak melakukan tindakan korektif yang sifatnya hanya di permukaan dan tidak menyentuh akar permasalahan. Mudah- mudahan ada tindakan nyata, sehingga tidak akan terdengar lagi berita yang berhubungan dengan kecelakaan pesawat.

3 comments:

  1. :(
    mental orang endonesa yang dibawa ke bisnis ya.. :(

    ReplyDelete
  2. Saya pernah mendengar dari adikku, dan lembaga pengkajian pernah meneliti, dari jasa usaha penerbangan yang keselamatannya cukup terjamin di Indonesia tak lebih dari lima jari tangan. Jadi sebetulnya naik pesawat terbang sama saja berjudi dengan maut....kalau bisa mengelak, mendingan naik yang lain, seperti kereta api, mobil dll...sulitnya kalau harus menyeberang lautan, keselamatn kapal penumpang lebih parah lagi...

    ReplyDelete
  3. » tikabanget™,
    yah begitulah mbak

    » edratna,
    Nampaknya otoritas terkait harus serius dalam melihat masalah ini secara menyeluruh, terlambat lebih baik daripada tidak atau tetep di banned oleh EU… thanks

    ReplyDelete

Follow this blog!